• Default Language
  • Arabic
  • Basque
  • Bengali
  • Bulgaria
  • Catalan
  • Croatian
  • Czech
  • Chinese
  • Danish
  • Dutch
  • English (UK)
  • English (US)
  • Estonian
  • Filipino
  • Finnish
  • French
  • German
  • Greek
  • Hindi
  • Hungarian
  • Icelandic
  • Indonesian
  • Italian
  • Japanese
  • Kannada
  • Korean
  • Latvian
  • Lithuanian
  • Malay
  • Norwegian
  • Polish
  • Portugal
  • Romanian
  • Russian
  • Serbian
  • Taiwan
  • Slovak
  • Slovenian
  • liish
  • Swahili
  • Swedish
  • Tamil
  • Thailand
  • Ukrainian
  • Urdu
  • Vietnamese
  • Welsh
Hari

Your cart

Price
SUBTOTAL:
Rp.0

Gelombang Digital: TikTok Terblokir di AS, 170 Juta Pengguna Terusir dari Dunia Kreativitas!

img

Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, telah mengambil langkah nyata terhadap aplikasi media sosial asal Tiongkok, TikTok, dengan menandatangani Undang-Undang Perlindungan Warga Amerika pada April lalu. Undang-undang ini bertujuan untuk melindungi data pengguna AS dari potensi ancaman terkait aplikasi yang dikendalikan oleh perusahaan asing. Salah satu poin utama dari peraturan ini adalah kewajiban bagi ByteDance, perusahaan induk TikTok, untuk menjual kepemilikannya kepada entitas bisnis yang berbasis di AS.

TikTok saat ini sedang dalam proses untuk mempertahankan layanannya di AS. Dalam pernyataannya, perusahaan menyatakan, “Kami sedang berupaya untuk memulihkan layanan kami di Amerika Serikat secepat mungkin, dan kami sangat menghargai dukungan dari pengguna kami.” Meskipun demikian, TikTok telah menjadi objek kontroversi di kalangan pemerintah AS sejak tahun 2020, dengan tuduhan bahwa aplikasi ini dapat menimbulkan risiko bagi keamanan sosial, terutama terkait dengan pengelolaan data pengguna.

Dalam konteks pelarangan TikTok yang semakin mendekat, pengguna di AS dapat terus menggunakan aplikasi hingga 19 Januari 2025. Namun, setelah tanggal tersebut, aplikasi ini tidak akan lagi dapat digunakan seiring berjalannya waktu, menjadikan keputusan ini sangat signifikan bagi jutaan pengguna TikTok di negara tersebut. Menurut laporan, setelah undang-undang pemblokiran ini berlaku, pengguna akan menerima pesan yang berisi informasi mengenai larangan tersebut serta pilihan untuk mengunduh data pribadi mereka.

Laporan dari beberapa sumber, termasuk The Information dan Reuters, menunjukkan bahwa ByteDance memiliki waktu 270 hari untuk menjual platform TikTok kepada pihak ketiga yang berlokasi di Amerika Serikat. Langkah ini diambil di tengah kekhawatiran bahwa TikTok dapat digunakan untuk mengumpulkan data pribadi warga Amerika serta memanipulasi informasi publik. Pemblokiran ini dijadwalkan dimulai pada pukul 10:30 pagi waktu setempat, tanggal 19 Januari 2025.

TikTok telah mengungkapkan penyesalan atas undang-undang yang memblokir layanan mereka dan menyatakan keputusan yang akan diambil akan mempengaruhi jutaan pengguna yang menggunakan aplikasi ini baik untuk hiburan maupun bisnis. Dalam situasi yang membingungkan ini, ByteDance menegaskan bahwa mereka tetap berkomitmen untuk mencari solusi agar TikTok dapat kembali diakses oleh pengguna di AS.

Saat ini, TikTok tampaknya bersiap-siap untuk menghentikan semua operasional di Amerika Serikat jika larangan mulai berlaku. Ini merupakan langkah drastis yang diambil dalam menghadapi ancaman larangan permanen, dan aplikasi yang telah menjadi platform berbagi video populer ini sedang mempertimbangkan untuk menghentikan semua layanan untuk pengguna yang ada.

Kendati demikian, TikTok belum memberikan respons resmi kepada media seperti Al Jazeera mengenai kondisi ini. Mengingat berbagai tindakan yang akan menentukan masa depan mereka, termasuk larangan terhadap toko aplikasi seperti Google Play dan App Store untuk menyediakan pembaruan untuk TikTok, situasi hukum semakin rumit. Tanpa penjualan bisnis TikTok, aplikasi ini akan dilarang beroperasi di AS sepenuhnya.

Mempertimbangkan konteks ini, beberapa laporan mengindikasikan bahwa Presiden Terpilih Donald Trump sebelumnya telah mempertimbangkan untuk mengeluarkan perintah eksekutif yang akan menangguhkan pelarangan selama periode waktu tertentu, agar ada kesempatan untuk merundingkan penjualan atau menyusun aturan alternatif. Meskipun selama masa jabatannya, Trump sendiri pernah berupaya melarang aplikasi ini, ketidakpastian dalam arah politik AS menjadi faktor utama dalam situasi yang berkembang.

Saat ini, Mahkamah Agung juga sedang mempertimbangkan konstitusionalitas dari larangan ini. Pengadilan yang terdiri dari sembilan hakim ini menunjukkan kecenderungan untuk mendukung penegakan hukum, meskipun beberapa hakim skeptis terhadap argumen TikTok yang menyatakan bahwa larangan tersebut melanggar hak kebebasan berbicara warga Amerika. Waktu akan menentukan nasib aplikasi yang telah menjadi bagian penting dalam kehidupan digital masyarakat modern ini.

Special Ads
© Copyright 2024 - ZonaRandom88 | Situs Informasi Terkini, Artikel Menarik, Hiburan, Teknologi, Wisata, dan Berita bola
Added Successfully

Type above and press Enter to search.

Close Ads
...