Desakan Mengejutkan: Parlemen AS Minta Joe Biden Tunda Larangan TikTok Hingga 2025!
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4633783/original/094152400_1698945280-IMG_20231102_165440.jpg)
Rencana kontingensi yang sedang dibahas oleh pemerintah China merupakan salah satu dari beberapa opsi yang dipertimbangkan sehubungan dengan Mahkamah Agung AS yang sedang meninjau hukum yang mengharuskan ByteDance, perusahaan induk TikTok, untuk melepaskan bisnisnya di AS sebelum tanggal 19 Januari 2025. Tim hukum TikTok berpendapat bahwa hukum tersebut melanggar hak kebebasan berbicara bagi jutaan penggunanya di AS, sementara pemerintah AS menilai bahwa kepemilikan ByteDance atas TikTok berpotensi menimbulkan ancaman bagi keamanan nasional.
Pemerintah China sedang mengkaji kemungkinan mengizinkan Elon Musk untuk mengambil alih operasi TikTok di AS, sebagai langkah untuk mencegah larangan yang mungkin diterapkan. Presiden Joe Biden memiliki opsi untuk memperpanjang tenggat waktu hingga 90 hari, asalkan ByteDance dapat menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam proses divestasi, tetapi kemungkinan untuk memenuhi syarat tersebut sangat kecil. Senator Edward Markey mengusulkan undang-undang untuk menunda batas waktu, sehingga ByteDance mendapatkan tambahan waktu hingga 270 hari untuk menjual TikTok atau menghadapi risiko larangan total.
Pekan lalu, Mahkamah Agung mendengarkan argumen mengenai undang-undang yang bisa berujung pada larangan TikTok, sebuah kebijakan yang ditandatangani oleh Biden pada April 2024. Dua anggota Kongres dari Partai Demokrat mendesak agar tenggat waktu 19 Januari untuk ByteDance diundur, mengingat jika pengadilan tidak menangguhkan undang-undang tersebut, maka tidak akan ada lagi unduhan baru aplikasi TikTok di App Store atau Play Store. Namun, pengguna yang telah menginstalnya masih dapat mengakses aplikasi untuk beberapa waktu.
Di sisi lain, belum ada keputusan dari pejabat pemerintah China terkait rencana tersebut, dan masih diragukan apakah ByteDance terlibat dalam pembicaraan mengenai hal ini. Senator Markey menyatakan bahwa larangan TikTok akan menghancurkan ekosistem informasi dan budaya yang sudah ada serta membungkam banyak individu. Melalui laporan Bloomberg, disebutkan bahwa jika rencana akuisisi Musk terlaksana, ia akan mengelola baik TikTok maupun platform X (dahulu Twitter) yang sudah dimilikinya.
Apabila larangan diterapkan, layanan TikTok akan berkurang dan kemungkinan akan berhenti beroperasi sepenuhnya karena tidak ada dukungan dari App Store maupun Google Play Store. Gedung Putih belum memberikan komentar resmi tentang situasi ini, sementara pejabat tinggi China melanjutkan diskusi mengenai masa depan TikTok di AS dalam konteks yang lebih luas, termasuk kerja sama dengan presiden terpilih. Perwakilan Kongres Ro Khanna juga menyarankan agar larangan ini ditunda untuk menjaga kebebasan berbicara bagi 170 juta warga Amerika.
Sementara itu, juru bicara TikTok menanggapi situasi ini dengan menegaskan bahwa mereka tidak dapat memberikan komentari tentang spekulasi yang belum terbukti. Laporan dari Bloomberg menggarisbawahi bahwa rencana tersebut masih dalam tahap awal dan TikTok berharap Mahkamah Agung dapat memberikan keputusan yang lebih berpihak kepada mereka dalam waktu dekat. Meskipun Trump sebelumnya mendukung larangan TikTok, baru-baru ini ia mengubah sikapnya dan meminta Mahkamah Agung untuk memberikan waktu tambahan guna mencari resolusi politik sebelum kebijakan tersebut diterapkan akibat perubahan kepemimpinan.
✦ Tanya AI